Sebuah Monolog
Sepak bola adalah satu-satunya tempat pelarian, pelampiasan emosi yang terbaik bagiku. Keinginanku, menjadi seorang football traveler. Jika tidak bisa menjadi pemain, menonton sepak bola di mana pun dan kapan pun cukup bagiku. Semoga..
Sebongkah rindu yang tertahan, tak mampu terucapkan. Hari kian hari semakin menggebu terasa ingin mendobrak mulut yang sedang terkunci rapat.
Bukankah pelangi terlihat indah karena berbeda?
Tiba-tiba datang tanpa permisi di tempat yang sudah lama tidak ditempati. Sekarang, tiba-tiba menerapkan aturan tidak semua orang dapat hadir di tempat itu. Yang katanya paling nyaman, yang katanya untuk kamu dan aku, yang katanya untuk kita semua.
Saya bisa apa?
Cinta searah ternyata bisa jadi candu :)
Apakah kamu sedang melihat matahari tenggelam sepertiku di hari itu? Aku bukan penyuka senja, bukan juga pembenci senja. Apakah kamu menyukainya? Jika iya, apa yang kamu suka darinya? Prosesnya? Keindahannya? Atau kamu tidak mempunyai alasan untuk itu? Tak apa, terkadang memang tidak butuh alasan untuk suatu hal. Termasuk hal menyukai.
Semua orang punya mimpi, tapi tidak semua orang punya waktu untuk bermimpi.
Terkadang jika percaya diri aku menjadi narsistik. Dan aku tidak suka.